sorotcelebes.com | MAJENE — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Majene menolak mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah (Perda) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Tahun 2024.
Pasalnya, Badan Anggar (Banggar) DPRD cium aroma kejahatan sistemik dalam RAPBD 2024 yang diajukan Pemerintah Kabupaten Majene melalui Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).
Padahal, Jika merujuk pada UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, termaktub dalam Pasal 312 ayat (1) menyatakan “Kepala daerah dan DPRD wajib menyetujui bersama rancangan Perda tentang APBD paling lambat 1 (satu) bulan sebelum dimulainya tahun anggaran setiap tahun. Ketentuan tersebut mengandung arti bahwa rancangan Perda APBD sudah harus disepakati paling lambat pada tanggal 30 November yaitu satu bulan sebelum dimulainya tahun anggaran.
Apabila DPRD dan Kepala Daerah tidak menyetujui bersama dan mengesahkan rancangan Perda tentang APBD sebelum dimulainya tahun anggaran setiap tahun maka dikenai sanksi administratif berupa tidak dibayarkan hak-hak keuangan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan selama 6 (enam) bulan.
Penolakan pengesahan RAPBD Majene kemungkinan akan berkonsekuensi pada pemberian sanksi administratif kepada Pemda atau DPRD Majene.
Wakil Ketua II DPRD Majene, Adi Ahsan mengatakan, dalam RAPBD yang diuraikan TAPD kepada Banggar DPRD terdapat sejumlah rancangan yang tidak rasioal sehingga tidak dilanjutkan dalam rapat Paripurna. Yakni silang persepsi antara Banggar dengan TPAD dan Pembayaran utang menumpang ditempat lain.
Dijelaskan, ada perbedaan silang persepsi antara Banggar dengan TAPD terkait pendapatan Bapenda, sudah beberapa tahun ini sejak 5 tahun terakhir pendapatan di Bapenda kisaran 15 miliar dan itu disetujui pihak DPRD.
“Waktu itu pada Oktober realisasi Bapenda belum cukup 50 persen, baru kisaran 43 persen dari 15 miliar, tiba-tiba saat kita minta Bapenda untuk memaparkan pendapatan, malah yang dipaparkan adalah pendapatan 35 miliar target asumsi 2023, coba kita bayangkan target 15 miliar saja 2023 realisasinya tidak tercapai, palagi menargetkan 35 miliar,” ungkapnya saat menggelar jumpa pers di salah satu cafe di Majene, Senin (4/12/2023) malam.
Sehingga Adi Ahsan yang juga sering disebut A2 itu membeberkan, dalam rapat ia menyampaikan, kalau ini diterima bukan lagi merencanakan defisit, tapi merencanakan kejahatan yang sistemik, karena 15 miliar saja tidak dicapai, apalagi menargetkan hingga 35 miliar.
Selain itu, kata dia, juga terdapat pembayaran utang yang menumpang ditempat lain.
“Selanjutnya saya tambahkan adalah pembayaran utang menumpang ditempat lain. Itu juga kita temukan, dan kita tidak berani mensahkan ini,” bebernya.
Ia mencontohkan, pembayaran utang pengadaan Sepeda dan AC tahun 2022 di Rumah Jabatan (Rujab) Bupati Majene dititip di Bagain Kesejahteraan Rakyat (Kesra). Yang seharusnya anggaran tersebut di Bagian Umum karena itu merupakan kepentingan pejabat.
“Tentu secara administrasi itu ada di Bagian Umum. Kalau lain yang kelola administrasi, lain yang mengeluarkan uang. Berarti ini sudah salah diawalnya,” katanya.
Akibat adanya sejumlah penyususanan RAPBD yang dinilai tidak rasional, DRPD enggan ketuk palu.