sorotcelebes.com | MAJENE — Suara-suara amarah menggema di depan Markas Kepolisian Resor Majene pada Jumat siang menjelang sore, 10 Oktober 2025.
Puluhan massa dari Kesatuan Pemuda dan Kerakyatan (KPK) bersama gerakan sipil Titik Merah memadati halaman Polres, mendesak keras pihak kepolisian menangkap pelaku kredit fiktif di BRI Majene.
“Ini bukan sekadar kasus korupsi. Ini pencurian hak ekonomi rakyat kecil,” seru Zulkifli dalam orasinya.
Keringat mengucur dari dahinya saat ia mengepalkan tangan ke udara. “Dan kami di sini untuk memastikan pelaku dibawa ke pengadilan. Semua pelaku. Tanpa pandang bulu,” tegasnya
Kasus dugaan kredit fiktif di Bank Rakyat Indonesia Cabang Majene ini memang telah lama jadi bisik-bisik panas di kalangan masyarakat. Sejumlah nasabah mengaku namanya dicatut dalam pengajuan pinjaman yang tak pernah mereka ajukan. Uang dicairkan, tanggungan dilempar ke warga, sementara pelaku disebut-sebut berasal dari lingkaran dalam perbankan itu sendiri. Hingga kini, tak satu pun ditetapkan sebagai tersangka.
Aksi di Mapolres bukan hanya soal korupsi. Dalam tuntutannya, massa menyoroti tiga titik nyala lainnya: tambang ilegal, tempat hiburan malam, dan mafia SIM.
Pertama, soal galian C. Massa mendesak aparat menutup tambang tanpa izin yang beroperasi terang-terangan di Majene.
“Ada pembiaran sistematis. Siapa yang bermain di balik semua ini?,” teriak Zulkifli.
Kedua, penolakan terhadap tempat hiburan malam yang dianggap mencederai moral publik.
“THM berdiri tak jauh dari rumah ibadah dan kampus. Ini bukan sekadar soal hiburan, tapi pelecehan ruang sosial masyarakat beriman,” tambahnya.
Ketiga, dugaan mafia SIM di internal kepolisian. Massa menuding pungutan liar dalam pengurusan Surat Izin Mengemudi masih berlangsung meski Undang-Undang sudah jelas.
“Regulasi dilanggar, tapi dibiarkan. Ada apa dengan penegakan hukum kita?,” ujar orator lain dengan nada tajam.
Aksi berlangsung tertib meski diwarnai penjagaan ketat dari aparat. Namun, tensi tetap tinggi. Seruan “Hancurkan Mafia, Bersihkan Majene!” terus diteriakkan.
Juru bicara gerakan Titik Merah menyebut aksi ini bukan sekadar protes, melainkan peringatan keras terhadap institusi hukum dan pemerintah daerah.
“Jangan uji kesabaran rakyat. Jika tuntutan ini diabaikan, kami akan datang kembali dengan jumlah yang lebih besar,” ungkapnya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Polres belum mengeluarkan pernyataan resmi. Sementara pihak BRI Majene masih tutup suara soal keterlibatan internal dalam praktik kredit fiktif.
Gelombang ini belum berhenti. Kesatuan Pemuda dan Kerakyatan serta Titik Merah kini menjelma suara perlawanan di Bumi Assamalewuang. Sebuah peringatan, ketika negara abai, rakyat akan turun tangan.
Majene membara. Dan jika suara rakyat tak didengar, KPK dan Titik Merah ini mungkin berubah jadi kobaran yang lebih besar.