sorotcelebes.com | MAJENE — Semangat membangun kemandirian ekonomi masyarakat adat terus menyala di Kabupaten Majene. Kamis pagi, 16 Oktober 2025, Dapur Mandar di Kelurahan Lalampanua menjadi saksi lahirnya langkah baru yang penuh optimisme, pembentukan Badan Usaha Milik Masyarakat Adat (BUMMA) oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Majene.
Kegiatan yang dibalut dalam sebuah workshop ini tak sekadar seremoni. Ia adalah kelanjutan dari mandat besar organisasi AMAN, menciptakan masyarakat adat yang berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi, dan bermartabat secara budaya.
Dalam sambutannya, Ketua AMAN Majene, Aco Bahri Mallilingan menegaskan bahwa acara ini melibatkan para pelaku ekonomi akar rumput, pengrajin dan kelompok usaha dari komunitas-komunitas adat di Majene. Mereka hadir bukan sebagai peserta pasif, tapi sebagai pelaku utama perubahan.
“Pasca ditetapkannya Perda Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pengakuan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat, kesadaran kolektif untuk menjaga wilayah adat dan mengelola potensi lokal meningkat tajam,” ujar Aco Bahri.
“Nilai-nilai leluhur yang lama terkubur kini bangkit kembali.” sambungnya.
AMAN Majene sendiri saat ini membawahi 21 komunitas adat. Tiga di antaranya: Puttada, Limboro Rambu-Rambu, dan Adolang, telah memperoleh pengakuan resmi melalui Surat Keputusan Bupati. Tahun ini, mereka menargetkan tiga komunitas tambahan: Paminggalan, Tubo, dan Sambabo.
Namun perjuangan tak berhenti pada pengakuan. Di tubuh AMAN, lahir pula organisasi sayap seperti Barisan Pemuda Adat Nusantara dan Pengurus Harian Komunitas Organisasi Perempuan AMAN (PHKom). Keduanya menjadi motor penggerak ekonomi dan pelestari budaya di komunitas masing-masing.
Salah satu bentuk konkret upaya pemberdayaan adalah pembentukan enam Kelompok Usaha Masyarakat Adat (KUMA). Mereka tak hanya melestarikan tradisi, tapi juga menyesuaikannya dengan kebutuhan pasar modern.
Contohnya, KUMA Uwake Marepe yang memproduksi kerajinan dari bambu, atau KUMA Tomalolang yang mengolah limbah ikan menjadi pakan ternak, bahkan telah menerima lima mesin produksi dari Pengurus Besar AMAN.
Di sisi lain, kelompok seperti Uwai Datung di Taduang dan Tomakappa di Betteng tengah mengembangkan pupuk organik dari limbah ternak. Di Pamboborang, produk khas seperti tempurung kelapa, bambu, hingga gasing tradisional, kembali menggeliat. Tak kalah menarik, di Ulu Balombong, para perempuan masyarakat adat memproduksi lulur mandi berbahan 14 jenis rempah, yang mengusung filosofi penyembuhan ala leluhur.
Namun, semua upaya ini menghadapi tantangan besar, yaitu pasar.
“Hambatan kita saat ini ada pada legalitas, kemasan, izin edar seperti BPOM, dan tentu saja hak cipta,” ujar Aco Bahri.
Menurutnya, Di sinilah pentingnya kehadiran negara.
Kepala Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Majene, Nahdlah B. Fattah, dalam sambutannya menyatakan dukungan penuh atas inisiatif AMAN.
Ia menyebut AMAN sebagai kekuatan ekonomi tersembunyi yang sejalan dengan visi-misi pemerintah daerah: Majene Maju, Mandiri, dan Berbudaya.
“Kami akan mengawal legalitas usaha, mulai dari Nomor Induk Berusaha, sertifikasi BPOM, hingga kemasan yang memenuhi standar industri,” ujar Nahdlah.
“Produk-produk ini tidak hanya layak bersaing secara lokal, tapi juga punya potensi ekspor,” sambungnya.
Dengan dukungan penuh dari pemerintah dan komitmen kuat dari komunitas adat, Majene tampaknya tak hanya menjaga warisan leluhur. Ia sedang mengemasnya kembali menjadi kekuatan ekonomi baru dari tanah adat.