sorotcelebes.com | MAJENE — Kepolisian Resor (Polres) Majene resmi menetapkan Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Majene sebagai tersangka dalam kasus dugaan pelecehan seksual di lingkungan sekolah.
Penetapan ini menyusul rangkaian penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Majene.
Hal tersebut berdasarkan Surat penetapan tersangka bernomor: S.Tap/427/X/Res.1.24/2025/Reskrim yang dikeluarkan pada Jumat, 17 Oktober 2025. Penetapan tersangka dilakukan setelah gelar perkara yang dilangsungkan sehari sebelumnya, Kamis, 16 Oktober 2025.
Kasus ini mencuat setelah laporan dugaan tindakan tidak senonoh yang melibatkan kepala sekolah diterima pihak kepolisian. Tim penyidik kemudian melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi, termasuk siswa dan tenaga pendidik di sekolah tersebut.
Kasus ini menambah daftar panjang dugaan kekerasan seksual di institusi pendidikan yang selama ini menjadi ruang aman bagi peserta didik.
Masyarakat menanti langkah tegas dari aparat hukum dan pemerintah daerah dalam memastikan perlindungan terhadap korban serta menciptakan lingkungan sekolah yang bebas dari kekerasan.
Sebelumnya diberitakan, Kepolisian Resor Majene bergerak cepat menyikapi kasus dugaan kekerasan seksual yang mengguncang lingkungan pendidikan di Sulawesi Barat. Kepala Sekolah SMAN 2 Majene diduga menjadi pelaku pelecehan terhadap salah satu siswinya, seorang pelajar kelas 11.
Kasus ini mencuat setelah laporan korban masuk ke Polres Majene terkait dugaan perlakuan tak pantas yang dilakukan oleh oknum kepala sekolah terhadap dirinya. Polisi memastikan bahwa laporan tersebut tidak berhenti sebagai kabar burung, penyelidikan telah rampung, dan kasus kini resmi naik ke tahap penyidikan.
“Sudah ada peristiwa pidana berdasarkan dua alat bukti,” kata Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Majene, Nasri, saat dikonfirmasi diruang kerjanya. Kamis, (02/10/2025).
Nasri menyebutkan, pihaknya akan menggelar ekspose atau gelar perkara dalam waktu dekat, yang akan menjadi pintu masuk menuju penetapan tersangka.
“Kemungkinan besar minggu depan gelar perkara. Setelah itu baru penetapan tersangka,” ujarnya.
Peristiwa ini telah menimbulkan keresahan luas di lingkungan sekolah dan masyarakat setempat.
Pemerhati anak dan aktivis perlindungan perempuan di Majene mendesak agar proses hukum berjalan transparan dan cepat, serta meminta Dinas Pendidikan mencopot pelaku dari jabatannya untuk mencegah tekanan terhadap korban.
“Institusi pendidikan seharusnya menjadi ruang aman, bukan ladang predator,” kata Hazrah, salah satu aktivis perempuan di Majene.
Munculnya isu ini kembali memicu perhatian publik terhadap pentingnya menjadikan sekolah sebagai ruang aman bagi peserta didik. Aktivis perlindungan anak di Majene mengingatkan bahwa pendidikan tidak boleh ternodai oleh tindakan yang melukai kehormatan siswa.
Patut diketahui, jika kasus dugaan pelecehan seksual terhadap anak memiliki dasar hukum yang jelas, yakni Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa anak berhak mendapatkan perlindungan dari segala bentuk kekerasan, termasuk kekerasan seksual.
Pasal 76E jo Pasal 82 UU Perlindungan Anak menegaskan larangan keras terhadap tindakan pelecehan seksual kepada anak, dengan ancaman hukuman hingga 15 tahun penjara.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) memperkuat instrumen hukum dalam menangani perkara kekerasan seksual, termasuk memberikan hak pemulihan bagi korban.
Di tingkat daerah, pemerintah Sulawesi Barat juga telah menetapkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2022 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak, yang mengamanatkan perlindungan dari segala bentuk kekerasan berbasis gender.
Kasus ini diharapkan menjadi pengingat bagi semua pihak, bahwa isu pelecehan seksual harus ditangani secara serius, dengan mengutamakan hak dan perlindungan korban, sekaligus menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah bagi siapapun yang masih dalam tahap penyelidikan.