OPINI  

Ironis, Kemiskinan Daerah Terjadi di Tengah Kayanya Indonesia

Oleh: Salma, S.Pd

Indonesia negara yang kaya SDA, namun kemiskinan terjadi di berbagai daerah. Bahkan terjadi kemiskinan ekstrim, seperti Bekasi.
Dikutip dari REPUBLIKA.CO.ID, berdasarkan hasil pencocokan data lapangan yang dilakukan Dinsos setempat, terdapat 3.961 jiwa warga Kabupaten Bekasi masuk kategori penduduk  miskin ekstrem. Pencocokan data itu dilakukan petugas kesejahteraan sosial kecamatan dan pekerja sosial masyarakat dengan mengacu pada data terpadu kesejahteraan sosial tahun 2022.

“Pencocokan data ini diperlukan untuk pemberian bantuan kepada warga. Hasilnya, ada 3.961 warga yang masuk dalam kategori penduduk miskin ekstrem,” kata Kepala Dinsos Kabupaten Bekasi, Endin Samsudin, Sabtu (28/1/2023).

“Jadi, indikatornya adalah warga yang pengeluaran per kapita per harinya di bawah nilai tersebut, sesuai ketetapan yang dikeluarkan pemerintah pusat dan ini berlaku secara nasional, bahkan internasional,” lanjutnya.

Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah telah menargetkan nol persen kemiskinan ekstrem di tahun 2024 mendatang. Akan tetapi, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono mengungkapkan sangat sulit untuk mencapai target kemiskinan ekstrem nol persen dan miskin 7 persen di 2024. Mengingat, angka kemiskinan ekstrem di Maret 2022 masih mencapai 2,04 persen dan penduduk miskin pada September 2022 sebesar 9,57 persen.

Baca Juga  Peran Perempuan Dalam Kemajuan Daerah

“Dari tren data sepertinya agak sulit untuk mencapai angka 7 persen, dan kemiskinan ekstrem di 2,76 persen di 2022 menjadi 0 persen di 2024. Kalau dari tren datanya sulit rasanya,” kata Margo dalam konferensi pers di Menara Danareksa, Senin (30/1). (Kumparan.com)
Meski begitu, Ajat Rochmat Jatmika, Kepala DPKPP (Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan) kabupaten Bogor, terus melakukan pendataan perbaikan RTLH (Rumah Tidak Layak Huni) di kabupaten Bogor melalui kepala desa masing-masing. Alhasil, ada 1.200 RTLH yang ditargetkan akan diperbaiki di tahun 2023 ini.

Tindakan yang ditunjukkan oleh Ajat tersebut sangatlah kontra dengan pengakuan sang Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi (Menpan-RB). Abdullah Azwar Anas mengaku miris karena mengetahui total anggaran penanganan kemiskinan yang jumlahnya hampir mencapai Rp 500 triliun justru tak terserap ke rakyat miskin.

Menurut dia, anggaran itu justru digunakan untuk berbagai kegiatan kementerian/lembaga yang tidak sejalan dengan tujuan program penanganan kemiskinan, antara lain studi banding dan rapat di hotel.

Baca Juga  Paradoks Program Transformasi Digital di Indonesia

“Jangan sampai seperti kemarin saya sudah lapor ke Pak Presiden, hampir Rp 500 triliun anggaran kita untuk anggaran kemiskinan yang tersebar di kementerian/lembaga, tetapi ini tidak in-line dengan target prioritas Bapak Presiden. Karena kementerian/lembaga sibuk dengan urusan masing-masing,” kata Azwar dalam Sosialisasi Permen PAN-RB No. 1/2023 tentang Jabatan Fungsional di Jakarta, Jumat (27/1/2023).
Sejatinya, kemiskinan ekstrem yang terjadi di daerah Indonesia diakibatkan oleh salahnya pengelolaan SDA. Mengapa begitu? Karena pengelolaan SDA diserahkan kepada swasta, baik dalam negeri maupun luar negeri. Alhasil, rakyat tidak mendapatkan apa-apa dari pengelolaan tersebut.

Tentu berbeda jadinya jika SDA negara ini dikelola langsung oleh SDM sendiri. Seperti yang dipraktekkan dalam sistem Islam, dimana pengelolaan SDA wajib dilakukan oleh negara. Itu karena SDA adalah milik rakyat secara bersama, bukan milik pemerintah.

Di zaman kekhalifahan, Islam menetapkan pengelolaan SDA dalam dua mekanisme, yakni boleh dimanfaatkan langsung oleh rakyat, boleh juga di bawah pengelolaan negara.

Baca Juga  Pers Merdeka, Demokrasi Bermartabat

Air, padang rumput, jalan umum, laut, samudra, sungai besar, dan sebagainya digolongkan sebagai kekayaan yang bisa dimanfaatkan secara langsung oleh setiap individu. Jadi siapa saja bisa mengambil air dari sumur, atau mengalirkan air sungai untuk mengairi pertaniannya. Negara hanya mengawasi pemanfaatannya agar tidak menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat.

Adapun SDA yang tidak mudah dimanfaatkan langsung oleh individu seperti minyak bumi, gas alam, dan barang tambang, harus dikelola dulu oleh negara. Negaralah yang berhak untuk mengeksplorasi semua itu dan hasilnya dimasukkan ke kas negara.

Selain itu, hasil produksi SDA tidak boleh dijual kepada rakyat berdasarkan asas mencari untung. Harga produk yang ada dijual kepada rakyat hanya sebatas harga produksi. Sehingga kebutuhan semua rakyat terpenuhi dengan baik.

Seperti itulah aturan Islam dalam mengelola SDA. Aturan yang sangat memuliakan rakyat itu hanya akan didapati pada negara yang menjadikan ajaran Islam sebagai pandangan hidup.
Wallahu a’lam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *