sorotcelebes.com | MAJENE — Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) kabupaten Majene, Inindria kembali angkat bicara usai mengunjungi penggalian dan penimbungan yang berada di pesisir Kelurahan Baurung, Kecamatan Banggae, Majene, Sulbar.
Ia menyebut bahwa semua aktivitas yang dilakukan di Laut merupakan kewenangan penuh pemerintah Provinsi untuk mengeluarkan izin.
“Setelah kami konfirmasi ke provinsi dan kami menanyakan tingkat kewenangan kami dalam pengelolaan laut, ternyata memang kami tidak berkewenangan untuk pengelolaan laut,” ujar Inindria. Kamis 8 Mei 2025.
Kendati demikian, DLHK Majene mengaku memiliki kewajiban untuk memantau karena berada di wilayah Kabupaten Majene.
Usai melakukan observasi bersama pihak Kelurahan dan menemui masyarakat setempat sampai melihat langsung lokasi, Kepala DLHK Majene menyimpulkan bahwa aktivitas tersebut merupakan pembuatan tambatan perahu (Kalor).
Hal itu diketahui setelah pihak DLHK bertanya langsung kepada masyarakat setempat, bahwa aktivitas di Kelurahan Baurung sifatnya hanya pembuatan tambatan perahu biasa disebut kalor.
“Jadi aktivitas disana itu tidak menggunakan uang negara melainkan sifatnya hanya untuk pembuatan tambatan perahu,” ungkap Inindria.
Ia menjelaskan, aktivitas itu tidak menggunakan uang negara. Artinya, pembangunan yang disebut sejumlah pihak menyerupai Jetty di pesisir Baurung bukan sebuah proyek.
“Timbunan tanah melintang diarah kiri menyerupai jetty dan melintang didepan, sifatnya hanya dijadikan pemecah ombak untuk mengamankan perahu nelayan,”
Perlu diketahui, sebelum tambatan perahu dibuat dilokasi tersebut, sudah 3 perahu nelayan hancur akibat hantaman ombak saat musim timur. Hal itu yang mendasari masyarakat melakukan swadaya untuk membuat tambatan perahu.
Bahkan, aktivitas tersebut juga pernah disambangi pihak DKP Provinsi dan melihat langsung lokasi pembangunan.
Senada dengan Kepala Lingkungan (Kaling) Baurung saat ditemui dan dimintai klarifikasi justru pihaknya sangat merasa senang dengan adanya aktivitas disana dan dapat menjadi lokasi mengamankan perahu para nelayan.
“Ini semata-mata permintaan masyarakat karena selama ini kalau musim Timur besar ombak, bahkan kemarin ada beberapa hancur perahunya gara-gara ombak besar. Jadi sudah lama ini masyarakat minta supaya ada tempat kapal kalau musim timur,” pungkas Abdul Rahman, Kepala Lingkungan Baurung.
Sebelumnya diberitakan, Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Majene mengungkap bahwa pembangunan menyerupai Jetty di Pesisir Baurung tidak mengantongi izin lingkungan atau dikerjakan secara ilegal.
Bahkan, DLHK Majene mengaku tidak mengetahui jika ada pembangunan di Pesisir Baurung, Kecamatan Banggae Timur, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat.
“Tidak ada (Izin lingkungan. red), tidak ada yang melapor kesini jika akan melakukan itu (membangun Jetty. red). Kalau ada mungkin kita bahas,” ungkap Inindria, Kepala DLHK Majene saat ditemui wartawan sorotcelebes.com diruang kerjanya. Selasa (06/05/2025).
Menurutnya, pihak yang bertanggungjawab atas pembangunan tersebut seharusnya melakukan koordinasi ke DLHK sebelum memulai pekerjaannya agar dilakukan analisis untuk mengetahui potensi dampak yang dapat ditimbulkan.
Ia juga mengatakan bahwa pihaknya akan segera meninjau lokasi pembangunan misterius tersebut dan akan menutup paksa jika melanggar regulasi.
“Dalam waktu dekat anggota akan turun liat-liat itu disana. Bisa saja ditutup paksa jika tidak sesuai aturan,” ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, Pembangunan yang mirip sebuah Jetty di wilayah pesisir Baurung, Kecamatan Banggae Timur, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, diduga tidak mengantongi izin resmi dari pemerintah.
Proyek yang mulai dikerjakan sekitar setahun lalu itu kini menjadi sorotan publik lantaran belum jelas siapa pihak yang bertanggung jawab atas pembangunannya.
Pembangunan di bibir pantai tanpa izin lingkungan dan izin pemanfaatan ruang laut menyerupai Jetty dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Serta Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Bagi yang melanggar ragulasi tersebut, Pelaku dapat dijerat sanksi administratif dan sanksi pidana penjara selama 3 tahun serta denda maksimal Rp.3 Miliar.
Pembangunan yang menyerupai Jetty di pesisir Baurung itu mendapat sorotan tajam dari warga Majene. Ia menyebut, pembangunan menyerupai Jetty secara ilegal berpotensi merusak ekosistem pesisir dan menimbulkan konflik sosial.
“Ini bukan sekadar soal administrasi, tapi juga soal keberlanjutan lingkungan. Jika tidak dikaji dampaknya, pembangunan ini bisa mengganggu arus laut, merusak terumbu karang, dan habitat biota pesisir,” kata salah satu warga Majene yang enggan disebut namanya.
Meskipun pembangunan tersebut diklaim sebagai permintaan masyarakat setempat untuk penghalau ombak, namun tersiar kabar bahwa kedepan akan menjadi tempat sandaran kapal pengangkut batu.
“Pembangunan ini atas dasar permintaan masyarakat untuk menghalau ombak. tapi memang pernah saya dengar akan dijadikan juga pelabuhan kapal pengangkut batu,” ujarnya.
Kabar ini sontak menghebohkan masyarakat yang ada disekitar wilayah tersebut, terutama yang bekerja sebagai nelayan karena akan berimbas pada pekerjaannya.
Mereka kecewa dan menduga ada oknum yang tidak beranggungjawab yang memanfaatkan masyarakat untuk memuluskan langkahnya demi maraup keuntungan pribadi.
“Tidak bisa juga berlindung di balik keinginan masyarakat ternyata dijadikan keuntungan untuk memuluskan langkahnya,” tambahnya.
Warga Majene meminta kepada pemerintah agar melakukan pengawasan yang ketat terhadap pembangunan proyek tersebut serta menindak tegas semua pihak yang terlibat didalamnya.
Dinas PUPR Kabupaten Majene melalui Kabid Tata Ruang, H. Ramli, saat dikonfirmasi mengatakan tidak mengetahui pembangunan tersebut karena tidak pernah dilakukan pembahasan dibidangnya.
Ia justru menyarankan untuk komunikasi atau mengkonfirmasi ke Perikanan dan Kelautan Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar).
“Saya Kurang tahu karena tidak pernah dibahas itu. Siapa tahu komunikasinya di Perikanan dan Kelautan Provinsi Sulbar,” ujarnya melalui pesan WhatsApp, Sabtu (03/05/2025).
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Bidang Tangkap Dinas Kelautan dan Perikana (DKP) Kabupaten Majene, Fahriadi membenarkan bahwa sebelumnya ada pihak yang berkoordinasi terkait dengan pembangunan Jetty diwilayah Majene.
“Sebelumnya memang, sekitar 2 tahun lalu, ada pihak menemui kami untuk koordinasi terkait pembangunan Jetty diwilayah Majene, tapi kami arahkan ke Provinsi. Dan saya tidak tahu apakah itu diatas (di Baurung. red) yang dimaksud,” tuturnya. Senin (05/05/2025).
Ia menjelaskan bahwa wilayah laut bukan lagi kewenangan DKP kabupaten, tapi sudah menjadi kewenangan DKP provinsi.
“0 sampai 12 mil itu kewenangan provinsi, 12 mil keatas kewenangan pusat,” ungkapnya.
Fahriadi juga menegaskan bahwa semua pembangunan yang bersentuhan dengan laut harus mengantongi izin, termasuk izin dampak lingkungannya.
“Semua kegiatan di laut harus memiliki izin, pembangunan apapun itu, pemasangan rompo saja harus ada izin,” pungkasnya.
Tim redaksi media ini masih berupaya menelusuri pembangunan misterius tersebut dan mengkonfirmasi DKP Provinsi Sulbar numun belum bisa terhubung.