sorotcelebes.com | MAJENE — Di tengah tantangan global terhadap krisis pangan dan perubahan iklim, mahasiswa Ilmu Politik Indonesia kolaborasi dengan Universitas Sulawesi Barat menegaskan bahwa swasembada pangan bukan sekadar isu pertanian, melainkan agenda politik nasional yang menuntut kolaborasi lintas sektor.
Kesadaran ini mengemuka dalam Diskusi Publik bertema “Swasembada Pangan sebagai Agenda Politik Nasional: Kolaborasi Lintas Sektor”, yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Ilmu Politik Indonesia Departemen Sosial Masyarakat dan himpunan mahasiswa Ilmu Politik (Himapol) Universitas Sulawesi Barat. Kegiatan ini menghadirkan dua narasumber utama: Ajbar S.P., Anggota Komisi IV DPR RI, dan Dr. Hj. Andi Rita Basharoe, M.Pd., Wakil Bupati Majene.
Mahasiswa sebagai Penggerak Politik Pangan
Lapangan tempat terselenggaranya kegiatan ini di Lingkungan Buttu, Kelurahan Tande sore itu tampak penuh semangat. Mahasiswa, akademisi, praktisi kebijakan publik dan pegiat sosial duduk berdampingan mendiskusikan peran generasi muda dalam memperkuat kemandirian pangan bangsa.
Dalam sambutannya, Nopri Kevin, Ketua Himapol Unsulbar, menegaskan bahwa isu pangan adalah persoalan politik yang berhubungan langsung dengan kedaulatan rakyat.
“Swasembada pangan adalah bentuk nyata kedaulatan politik bangsa. Mahasiswa harus menjadi bagian dari gerakan intelektual yang memastikan kebijakan pangan berpihak kepada rakyat,” ujarnya. minggu, 26 Oktober 2025
Sementara itu, Fadhly, Kepala Departemen Sosial Masyarakat Himapol Indonesia, menekankan pentingnya membangun kesadaran sosial sebagai fondasi politik pangan.
“Kemandirian pangan tidak bisa dicapai tanpa melibatkan masyarakat di akar rumput. Politik pangan harus tumbuh dari bawah, dari kesadaran petani dan komunitas lokal. Kolaborasi menjadi kunci,” ungkap Fadhly.
Ajbar: Pangan Adalah Politik Martabat Bangsa
Sebagai pembicara utama, Ajbar S.P., Anggota Komisi IV DPR RI, menyampaikan pandangan strategis tentang posisi pangan dalam agenda politik nasional. Ia menegaskan bahwa swasembada pangan harus dilihat sebagai proyek politik jangka panjang.
“Kita tidak bisa bicara kedaulatan tanpa pangan. Swasembada bukan hanya tentang hasil panen, tapi tentang martabat bangsa. Negara harus memastikan petani punya akses terhadap pupuk, lahan, dan pasar yang adil,” tegas Ajbar.
Menurutnya, politik pangan yang kuat akan melahirkan keadilan sosial di sektor pertanian. Ia juga menekankan pentingnya peran mahasiswa sebagai pengawal kebijakan publik agar arah pembangunan tetap berpihak pada kesejahteraan rakyat.
Andi Rita: Potensi Lokal sebagai Kekuatan Daerah
Dari perspektif daerah, Dr. Hj. Andi Rita Basharoe, M.Pd., Wakil Bupati Majene, memaparkan bagaimana Majene memiliki peluang besar untuk berkontribusi terhadap ketahanan pangan nasional.
“Majene punya sumber daya alam yang luar biasa. Kita ingin Majene tidak hanya menjadi konsumen, tetapi juga produsen pangan yang mandiri. Semua pihak harus bergerak bersama pemerintah, perguruan tinggi, dan masyarakat,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa pemerintah daerah siap bersinergi dengan kampus dan komunitas dalam mewujudkan kemandirian pangan berbasis potensi lokal.
Kolaborasi Nyata: Departemen Sosial Masyarakat Himapol Indonesia dan Himapol Unsulbar Serahkan Bibit ke Kelompok Tani di Tande
Sebagai wujud nyata dari semangat kolaborasi lintas sektor, Himapol Unsulbar juga turut membagikan bibit tanaman kepada kelompok tani di kelurahan Tande, Kecamatan Banggae Timur.
Kegiatan ini menjadi simbol komitmen mahasiswa untuk tidak berhenti pada wacana, tetapi turut mendorong aksi langsung di lapangan yang berorientasi pada pemberdayaan masyarakat tani.
“Diskusi harus diikuti dengan aksi. Melalui pembagian bibit ini, kami ingin menunjukkan bahwa mahasiswa tidak hanya berbicara tentang kebijakan, tapi juga hadir membantu masyarakat,” ujar Fadhly di sela penyerahan bibit kepada para petani.
Aksi sosial ini disambut baik oleh masyarakat Tande yang berharap program serupa dapat terus dilanjutkan sebagai bentuk kemitraan antara kampus dan masyarakat dalam memperkuat ketahanan pangan lokal.
Dari Kampus untuk Kedaulatan Pangan
Diskusi yang berlangsung lebih dari tiga jam itu menghadirkan suasana reflektif sekaligus inspiratif. Para peserta aktif bertanya dan memberikan gagasan seputar strategi memperkuat sektor pangan di Indonesia.
Menutup kegiatan, Fadhly menegaskan bahwa hasil diskusi tidak akan berhenti di ruang akademik, tetapi akan menjadi gerakan advokasi mahasiswa dalam memperjuangkan kebijakan pangan yang berkeadilan.
“Dari ruang diskusi ini, kita ingin menyalakan kesadaran baru, politik pangan adalah politik kehidupan. Dan dari kampus, gerakan ini harus dimulai,” tegasnya.
Dari Majene, Suara untuk Indonesia Mandiri
Kegiatan ini menjadi bukti bahwa kampus bukan hanya ruang belajar, tetapi juga tempat lahirnya ide dan gerakan perubahan.
Dari Majene, gema kemandirian pangan kembali disuarakan bukan hanya sebagai cita-cita, tetapi sebagai tanggung jawab politik generasi muda untuk mewujudkan Indonesia yang berdaulat, adil, dan sejahtera.














