Tak ingin memperpanjang ketegangan, Aco dan rekan menuju pos satpam untuk menjelaskan maksud kedatangannya. Tapi situasi justru makin panas.
“Dengan nada keras, satpam menunjuk tulisan ‘Tamu Wajib Lapor’ dan menyebut hal-hal yang tidak masuk akal, termasuk menyuruh korban sendiri yang datang mengurus surat,” katanya.
Padahal, tutur Aco, persoalan perpindahan korban sudah ditangani oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Majene.
“DP3A juga telah memberi tahu pihak sekolah bahwa kami, kuasa hukum, akan datang mewakili korban,” ujarnya.
Ketegangan meningkat ketika satpam mengklaim memiliki “hak” untuk menolak tamu. Tak lama kemudian, sejumlah guru dan siswa berdatangan.
“Beberapa di antaranya bahkan berusaha melakukan tindakan kekerasan dan meneriaki kami dengan kata-kata kasar, seperti ‘pulang Miko Kambu Are’,” kata Aco.















singkat saja, ‘beliau’ ini datang tidak melapor ke satpam, padahal ‘beliau’ ini tamu, pas di tegur satpam eh tersinggung