Kuasa hukum korban menilai peristiwa itu sebagai bentuk nyata penghalangan terhadap hak-hak korban anak.
“Sekolah seharusnya memfasilitasi pemulihan dan hak pendidikan korban, bukan justru melakukan intimidasi,” ujar Parman, rekan Aco yang juga kuasa hukum korban.
Perpindahan sekolah korban, menurut Parman, merupakan bagian dari perlindungan psikologis pasca peristiwa pencabulan yang menimpanya.
“Apalagi pelaku sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Majene pada 17 Oktober 2025, sesuai surat penetapan No: S.Tap/427/XRES.1.24/2025/Reskrim,” ujarnya.
Tindakan menghalang-halangi atau mengintimidasi kuasa hukum dalam menjalankan tugasnya dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum.
Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, Pasal 16 menegaskan: “Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di sidang pengadilan maupun di luar pengadilan.”
Selain itu, Pasal 21 KUHP dan Pasal 216 KUHP mengatur larangan menghalangi pejabat yang menjalankan tugasnya yang sah, yang dapat diperluas pada konteks advokat sebagai penegak hukum. Ancaman pidananya dapat mencapai empat bulan dua minggu penjara bagi pihak yang secara sengaja menolak atau menghalang-halangi pelaksanaan tugas hukum yang sah.















singkat saja, ‘beliau’ ini datang tidak melapor ke satpam, padahal ‘beliau’ ini tamu, pas di tegur satpam eh tersinggung