MAJENE  

Penunjukan Plt Dirut Perumda AU Majene Dinilai Labrak Regulasi

sorotcelebes.com | MAJENE — Penunjukan Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Aneka Usaha Kabupaten Majene untuk tahun 2025 menuai sorotan tajam.

Keputusan yang diambil Pemerintah Kabupaten Majene ini dianggap tidak hanya keliru secara administratif, tetapi juga melabrak sejumlah regulasi yang telah ditetapkan, baik di tingkat daerah maupun nasional.

Menanggapi hal tersebut, Komite Aktivis Mahasiswa Rakyat Indonesia (KAMRI) menyoroti dasar hukum pengangkatan Plt Dirut Perumda Aneka Usaha Kabupaten Majene.

Menurut mereka, keputusan itu bertentangan dengan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Majene Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Perda Nomor 4 Tahun 2015 mengenai Pembentukan Perumda Aneka Usaha Kabupaten Majene.

Salah satu pasal krusial yang dipermasalahkan adalah Pasal 48 dari Perda tersebut. Dalam ketentuannya disebutkan bahwa:

Ayat (1): Dalam hal terjadi kekosongan jabatan seluruh anggota Direksi, pelaksanaan tugas pengurusan Perumda Aneka Usaha dilaksanakan oleh Dewan Pengawas.

Baca Juga  Pemda Majene Kerja Sama RRI Mamuju Dalam Penyebarluasan Informasi

Ayat (2): Dewan Pengawas dapat menunjuk pejabat dari internal Perumda Aneka Usaha untuk membantu pelaksanaan tugas Direksi sampai dengan pengangkatan Direksi definitif dan paling lama 6 (enam) bulan.

Poin tersebut, menurut Ayyub Auliyah, aktivis KAMRI, secara jelas membatasi kewenangan pengisian kekosongan direksi pada mekanisme internal perusahaan melalui Dewan Pengawas.

“Kan jelas, Dewas dapat menunjuk pejabat internal Perumda Aneka Usaha untuk membantu pelaksanaan tugas Direksi, bukan malah menunjuk Pelaksana tugas. Itu yang keliru,” tegas Ayyub Auliyah.

Permasalahan ini semakin kompleks karena Perda tersebut merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Dalam PP itu, secara tegas diatur tentang tata kelola BUMD, termasuk proses pengangkatan Direksi, fungsi Dewan Pengawas, dan mekanisme saat terjadi kekosongan jabatan.

Baca Juga  Menjelang Muswil Ke-III, Mu'min Harapkan KAHMI Sulbar Lebih Progresif

Dalam Pasal 4 ayat (3) PP 54/2017 disebutkan bahwa: “Pembentukan BUMD dilakukan berdasarkan kebutuhan daerah dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Dengan merujuk pada dua aturan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengangkatan Plt dari luar internal perusahaan tanpa merujuk pada regulasi bukan hanya menyalahi prosedur lokal, tetapi juga menyimpang dari ketentuan nasional yang berlaku.

Ayyub Auliyah menilai, langkah pemerintah daerah seharusnya tetap mengacu pada regulasi yang berlaku agar tidak menimbulkan preseden buruk dalam tata kelola BUMD di daerah.

“Betul, kepala daerah memiliki hak prerogatif, tetapi prerogatif itu bukan absolut. Tetap harus berada dalam koridor hukum dan aturan,” kata Ayyub menegaskan.

Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa keputusan yang diambil tanpa merujuk pada mekanisme formal berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, apalagi jika pengangkatan tidak melibatkan unsur internal Perumda yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga kesinambungan manajemen perusahaan.

Baca Juga  Direktur RSUD Mejene Tegaskan Tak Ada Proyek Fiktif Dilingkup Rumah Sakit

Pihak-pihak yang peduli pada transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan daerah mendesak agar kebijakan tersebut segera dikaji ulang.

Mereka menilai perlu ada evaluasi menyeluruh terhadap proses pengangkatan Plt ini, dan jika terbukti bertentangan dengan regulasi, maka harus segera dikoreksi.

“Ini bukan sekadar soal jabatan, tapi soal komitmen pada tata kelola yang baik (good governance). Pemerintah harus memberi contoh bahwa aturan adalah panglima, bukan sekadar formalitas,” pungkas Ayyub Auliyah.

Kasus ini menjadi pengingat penting bahwa dalam setiap pengambilan kebijakan, kepatuhan terhadap regulasi adalah kunci utama. Tanpa itu, kepercayaan publik terhadap pemerintah dan lembaga daerah bisa luntur. Kini, bola panas ada di tangan Pemkab Majene: akan memilih koreksi atau mempertahankan kebijakan yang diduga cacat prosedur.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *