MAJENE  

Soal Puskesmas Salutambung Diduga Diskriminatif Terhadap Pasien, Ini Kata Kapus!

Sarfawati. S, S. Kep, Ners, Kepala Puskesmas Salutambung.

sorotcelebes.com | MAJENE — Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Puskesmas Salutambung, Sarfawati. S, S. Kep, Ners membantah terkait adanya dugaan diskriminatif terhadap salah satu pasien yang datang berobat di Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat yang ia pimpin.

Ia menegaskan bahwa pihaknya sudah bekerja secara profesional sesuai dengan SOP dan protap yang ada Puskesmas (PKM) Salutambung.

“Di Puskesmas Salutambung tidak pernah ada pasien yang aktif kepesertaan BPJS nya diberlakukan Umum. Kami sudah bekerja sesuai dengan protap yang ada,” tegas Sarfawati saat dikonformasi melalui WhatsApp. Sabtu (17/05/2024).

Sarfawati juga menjelaskan kronologi terkait salah satu pasien bisa terdaftar sebagai pasien umum meski mengantongi BPJS saat berobat di PKM Salutambung.

Hal itu berawal dari pasien atas nama Ratati masuk ke UGD pada tanggal 09 Mei 2025 dengan keluhan Nyeri ulu hati, mual, pusing berputar yang di alami sejak lama.

“Setelah di tindaki pcare yang bertugas mengecek nik pasien tersebut tidak ditemukan. keluarga pasien menyodorkan Kartu Keluarga (KK) lama dengan nik yang berbeda, di cek lagi kk lama ternyata terdaftar sebagai peserta BPJS tetapi sudah TIDAK AKTIF. Maka disampaikan lah akan diberlakukan umum, Keluarga pasien menyetujui dan menandatangi surat persetujuan tindakan dan rawat inap,” ungkapnya.

Kemudian di tanggal 11 Mei 2025, lanjut Sarfawati, pasien minta pulang paksa (Pulpak) dan kami tidak punya kewenangan untuk melarang pasiennya apalagi ini terkait pembiayaan. Dan Masuk kembali pada tanggal 12 Mei 2025 setelah sholat dzuhur dengan keluhan sesak nafas. Jadi kita langsung pasang O2, kemudian TTV, terus konsul dokter dan memang indikasi rujuk, sempat cek nik 1 kali aplikasi dan jaringan lagi bermasalah, tidak bisa cek kembali nik nya.

Baca Juga  Usai Dilantik, Junaedi Tegaskan Akan Menangkan Amanah di Dapil 4

Lebih jauh Kepala Puskesmas Salutambung menjelaskan, kami edukasi keluarganya kalau pasien Ny.Ratati memang harus dirujuk untuk penganan lebih lanjut. Suaminya bilang saya sebenarnya setuju kalau istri saya dirujuk tapi yang jadi masalah bpjsnya tidak aktif baru kita kurang mampu. Tidak lama kemudian saya selaku Kepala Puskesmas di chat langsng dari BPJS kabupaten dan Kadinkes Provinsi menanyakan apakah ada pasien atas nama Ratati di PKM Salutambung?, sy cek memang ada tapi Alhamdulilah beliau langsung kami tindaki dengan penaganan medis.

“tidak ada penolakan atau diskriminatif, bahkan pasien tersebut sudah persiapan rujuk dan setelah itu kami cek kembali BPJS nya ternyata baru di aktifkan malam itu juga tepatnya pada tanggal 12 Mei 2025,” terang Sarfawati.

Kepesertaan atas nama Ratati di usulkan sebagai PBPU Jamkesda Provinsi Sulawesi Barat dan aktif terhitung mulai tanggal 12 Mei 2025.

Kepala Puskesmas Salutambung juga menambahkan bahwa terkait keaktifan kembali BPJS yang sebelumnya tidak aktif merupakan rana atau kewenangan pihak BPJS.

“Mengenai keaktifan BPJS nya yang tadinya tidak aktif jadi aktif, itu bukan ranah kami sebagai pemberi pelayanan di fasilitas kesehatan, itu rananya BPJS,” pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Majene geram terhadap pelayanan kesehatan di Puskesmas Salutambung, Kabupaten Majene, Sulbar.

Pasalnya, Puskesmas Salutambung dinilai tidak bekerja secara prefesional yang menyebabkan salah satu pasien peserta BPJS atas nama Ratati mengalami diskriminasi pengobatan.

BPJS adalah program pemerintah dalam rangka menjamin kesehatan masyarakat untuk indonesia sehat. Namun dalam perkembangannya, sejumlah masyarakat miskin mengeluh akbibat ketidak aktifan BPJSnya sehingga terpaksa merogoh kantong pribadi jika ingin berobat dirumah sakit.

Baca Juga  Sakral Desak Polres Segera Tetapkan Tersangka Kasus Pelecehan Seksual di SMA 2 Majene

Hal berbeda yang dikeluhkan masyarakat Dusun Sambabo, Desa Sambabo, Kecamatan Ulumanda kepada salah satu Anggota DPRD Majene, Basri Ibrahim terkait persoalan BPJS.

“Ada persoalan sangat urgens yang disampaikan oleh masyarakat di dusun Sambabo terkait dengan bpjs, yaitu di temukan ada bpjs yang aktif, namun ketika yang bersangkutan ber obat kerumah sakit malah tidak ditemukan datanya dan dinyatakan bukan peserta bpjs. sehingga yang terjadi adalah yang bersangkutan dijadikan sebagai pasien umum dan ini berjalan ber ulang-ulang,” ungkap Basri Ibrahim.

Menyikapi hal itu, Basri Ibrahim yang merupakan Wakil Ketua Komisi III berjanji akan menelusuri kasus tersebut. Menurtnya, kasus ini akan melukai hati seluruh masyarakat Majene terutama keluarga korban.

Betapa tidak, saat berobat ke Puskesmas Salutambung, Ratati telah mengantongi kartu BPJS dengan nomor 0003760083843 dan masih aktif. Namun pihak Puskesmas Salutambung mengklaim bahwa data Ratati tidak ditemukan dalam sistem dan dinyatakan bukan peserta BPJS, sehingga ia didaftar sebagai pasien umum.

“Hal yang dialami Almarhumah Ratati adalah kasus yang sangat menyedihkan bagi keluarganya. Bagaimana tidak, Almarhumahah Ratati ini setiap berobat selalu dijadikan pasien umum dan ternyata setelah di lakukan penelusuran yang bersangkutan punya BPJS,” ujarnya.

Politisi dari Partai Kebangkitan Bangsa itu sangat menyayangkan pelayanan puskesmas salutambung karena tidak berjalan secara prefesional.

“Saya sangat menyayangkan puskesmas salutambung yang tidak bekerja secara prefesional menyebabkan Ratati ini mengalami diskriminasi pengobatan . Hampir satu tahun almarhumah Ratati ini ber obat dengan status umum. Nanti menjelang kematiannya baru dinyatakan bpjs ada dan aktif,” kata Basri Ibrahim.

Baca Juga  Tersangka Pelecehan Seksual di SMA Negeri 2 Majene Akhirnya Dibui

Hal tersebut sangat bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 H menjamin hak setiap warga negara atas pelayanan kesehatan, yang tidak boleh dibedakan, dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 21 mengatur tentang hak pasien atas pelayanan kesehatan yang layak dan tidak boleh diskriminatif.

Juga tidak sejalan dengan prinsip Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 19 tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Pusat Kesehatan Masyarakat dan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 43 tahun 2019 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat yang menekankan agar mengedepankan prinsip pelayanan yang tidak diskriminatif.

Apa bila terbukti malakukan diskrimanasi dalam pengobatan terhadap pasien, maka palaku dapat diberi sanksi administrasi berupa pemecatan dan dapat dijerat sanksi pidana.

Ini akan menjadi catatan preseden buruk dalam pelayanan kesehatan di kabupaten Majene. Puskesmas yang notabenenya sebagai ujung tombak pusat pelayanan kesehatan masyarakat dan menjadi corong utama pelayanan kesehatan cepat, akurat, dan efisien harus tercedarai akibat ulah oknum tenaga medis yang tidak bertanggung jawab.

Karena itu, Komisi III DRPD Majene bakal melakukan Rapat Dengar Pendapat dengan pihak instansi terkait guna membahas persoalan ini.

“Kami akan lakukan RDP dengan pihak kesehatan, dinas sosial, dan bpjs untuk mempertanyakan adanya kasus seperti ini, bisa jadi masih ada kasus-kasus yang lain,” pungkas Basri Ibrahim.

Tim redaksi media ini masih berupaya melakukan konfirmasi kepada pihak Puskesmas Salutambung namun belum bisa terhubung hingga berita ini diterbitkan.

Klarifikasi dari pihak Puskesmas Salutambung akan dimuat di media yang sama dalam judul berita berbeda.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *