sorotcelebes.com | MAJENE — Tindakan represif diduga dilakukan sejumlah aparat kepolisian terhadap pengunjuk rasa didepan Kantor Gubernur Sulawesi Barat (Sulbar) viral dan mendapat kecaman dari berbagai pihak.
Demonstrasi yang berlangsung di depan Kantor Gubernur Sulawesi Barat (Sulbar) terkait penolakan tambang berada di Kecamatan Karossa Kabupaten Mamuju Tengah, Jumat 9 Mei 2025.
Kendati Gubernur Sulbar H. Suhardi Duka telah menemui para demonstran dan menegaskan akan mencabut izin para penambang telah melanggar ketentuan hukum.
Namun, para pendemo seolah tidak menerima pernyataan Gubernur SDK dan tetap melanjutkan unjuk rasa sampai berujung chaos.
Video berdurasi 18 menit tersebut ramai dibagikan disejumlah group whats app dan memperlihatkan tindakan represif aparat kepolisian kepada salah satu pendemo sampai diseret.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Barat (Sulbar), Awi Mendez angkat bicara dan mengecam tindakan aparat kepolisian terhadap demonstran penolak tambang pasir di Karossa.
Ia sampaikan, unjuk rasa dilakukan secara damai dan meminta audiens bersama Gubernur Sulbar awalnya berlangsung damai. Tapi seketika berubah dan chaos usai aparat bubarkan massa dengan paksa. Bahkan, sejumlah massa aksi dilaporkan alami luka – luka dan lainnya ditangkap tanpa dasar hukum jelas.
Awi Mendez menyayangkan sikap para aparat dan menilai tindakan mereka bentuk pelanggaran terhadap hak rakyat dalam menyampaikan pendapat dimuka umum yang dijamin konstitusi.
“Fenomena sedang terjadi di Karossa menjadi cermin buruk dari wajah penegakan hukum di Sulbar. Rakyat yang memperjuangkan ruang hidupnya justru ditindak secara brutal tanpa mengedapankan nilai kemanusiaan,” ungkapnya.
Menurutnya, penolakan rakyat terhadap tambang pasir bukan tanpa alasan. Aktivitas tambang berada dipesisir Karossa tersebut mengakibatkan kerusakan lingkungan, abrasi pantai, penurunan kualitas air bersih dan mengancam aktivitas mata pencaharian nelayan disana.
Selain itu, lemahnya transparansi dan partisipasi publik dalam proses penerbitan izin tambang tersebut. Bahkan, masyarakat sekitar tidak pernah dilibatkan secara layak dalam konsultasi atau sosialisasi proyek tambang.
“Kami menilai situasi ini menjadi gambaran bagaimana industri ekstraktif terus dipaksakan masuk dalam ruang hidup rakyat tanpa melihat dampak sosial dan ekologis ditimbulkan. Jangan bungkam rakyat dengan kekerasan jika rakyat menolak,” ujarnya melalui via telepon.
Direktur WALHI Sulbar juga menuntu Kapolda Sulbar diantaranya:
- Mengusut dan memberikan sanksi kepada aparat terbukti melakukan tindakan represif.
- Meminta Kapolda Sulbar bebaskan tanpa syarat terhadap peserta unjuk rasa ditangkap.
- Penundaan dan evaluasi izin tambang pasir di Karossa telah menuai penolakan serta timbulkan konflik horizontal.
- Menjamin hak demokratis rakyat untuk penyampaian pendapat dimuka umum tanpa intimidasi dan kekerasan.
Sisi lain, Awi juga mendesak dan meminta Komnas HAM untuk turun melakukan investigasi terhadap dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dalam insiden tersebut.
“Perjuangan masyarakat Karossa adalah perjuangan murni untuk mempertahankan masa depan dan lingkungan hidup yang lestari. Negara jangan sampai abai dan justru menjadi aktor kekerasan atas nama investasi,” tegas Direktur WALHI Sulbar.
Sebelumnya, ratusan masyarakat Mamuju Tengah (Mateng) menggelar unjuk rasa dilokasi sama dan menuntuk Gubernur Sulbar untuk mencabut izin tambang pasir di Karossa.